Suara gertakan Emak lebih bisa
membangunkanku ketimbang suara alarm handphone. Suaranya itu seperti mempunyai
kekuatan luar biasa, plus tamparan dan cipratan air yang membuatku seperti tidak ada alasan lagi untuk
terus menempel pada kasur busaku. Lalu, biasanya semua adegan itu akan diakhiri
dengan ceramah ala ustad, “MAU SAMPAI
KAPAN KAMU SEPERTI INI GUS ! BERKAH ITU DATANGNYA DIWAKTU PAGI TAU !”
Aku yang tidak punya kata-kata lagi
untuk menjawabnya, ya, karena memang sudah skakmat,
hanya bisa terdiam dengan mata sembab menatap langit-langit putih kamarku,
dan akhirnya, dengan badan lemas akupun beranjak bangun.
Terkadang, bukan seruan Bos Besar
yang membangunkanku, tetapi, sesosok mahluk yang mirip tuyul tiba-tiba loncat
kekasur dan menimpa badanku dengan frontal.
“Heekk !! Adek !!” kataku terbangun .
Meskipun beberapa kali tubuhku ditimpa
oleh anak laki-laki umur tiga tahun yang beratnya lumayan, untungnya tulang
rusukku tidak ada yang patah.
“Mas Agus, Ti.. top ! Ti.. top !” serunya
dengan tidak fasih, minta dimainkan laptop.
Biasanya kalau lagi pulang kampung
aku sering membawa pulang laptopku yang berisi game-game, tujuannya ya, apalagi
kalau bukan untuk menyenangkan tuyul satu ini.
“Bentar dek, Mas masih ngantuk
nih.. !” kataku sambil merubah posisi tidur miring kekanan.
“Ti.. top ! Ti.. top ! TITOPPP !!!” serunya lagi, kali
ini dengan menjambak rambutku ke arah belakang dengan sekuat tenaganya.
“ADUHHH !! IYA, YA, YA, YAA.. !”
Akupun mengalah dan menuruti permintaannya.
Sebenarnya hal ini akan lebih
menguntungkan kalau Adekku bisa bermain gamenya sendiri, jadi, aku cuman
menghidupkan laptop, Dia bisa bermain sendiri,
dan akupun bisa melanjutkan mimpi yang bersambung tadi. Tetapi, semua
itu hanya harapanku saja, aku masih harus memainkan game GTA SA untuknya. Diapun hanya duduk dipangkuanku sambil memasukkan
jari telunjuk dan jari tengah ke mulut, dan menghisapnya.
Masih beruntung kalau dia bangun sekitaran jam lima pagi, itu masih
memberikanku cukup waktu untuk tidur. Bencana terjadi kalau dia terbangun
tengah malam atau sekitar jam tiga pagi dan kejadian pembangunan tidur frontal itu terjadi, aku cuman bisa
pasrah, dan menjadi pesuruhnya (lagi ) tetapi dengan kantung mata yang lebih besar
dari pada sebelumnya.
Semua tragedi bangun pagi itu
membuatku sedikit frustasi, karena aku sering mengantuk ketika bekerja, dan pekerjaanku mengharuskanku untuk terus fokus,
kalau tidak, bisa fatal akibatnya. Akupun mencari ide agar hal-hal yang
mengganggu tidurku itu bisa diatasi.
Dimalam hari sebelum tidur, akupun
merenungkannya…
(Bersambung, bagian 2)